Terobosan baru (setidaknya bagi saya), Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (a.k.a Sby) menunjuk Palmer Situmorang sebagai pengacara pribadi untuk mengurusi pemberitaan media (termasuk media sosial) yang menjurus ke arah fitnah. Kepada detikcom, Rabu (18/12/2013), Palmer mengaku ditunjuk sebagai pengacara pribadi Sby 9 Desember lalu saat di Istana Bogor (sumber).
Menurut Palmer, pihaknya akan mengedepankan komunikasi dan upaya jalan damai terhadap media yang berisi konten yang menjurus ke arah fitnah terhadap kliennya, tidak serta merta dibawa ke ranah hukum. Pihaknya akan mengirim surat meminta penjelasan kepada media bersangkutan jika pemilik akun media sosial atau pemilik website mempublikasikan konten fitnah.
Menurut saya, hal ini akan membuat pemilik akun media sosial dan pengelola website (baik situs berita, blog, forum, dll) akan bersikap lebih hati-hati dalam pemberitaan dan artikel. Terlebih lagi jika itu berkaitan dengan kepala negara, karena penghinaan terhadap presiden sama saja dengan menghina negara sendiri, ibarat kata pepatah "menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri". Tapi sebaliknya, presiden juga harus bersikap arif dan bijaksana terhadap warganya. Presiden harus adil, tidak membedamedakan suku, agama, ras, warna kulit, strata sosial, dan perbedaan lainnya.
Selain sebagai peringatan terhadap pemilik akun atau website, keputusan Sby menunjuk pengacara pribadi sekaligus pembelajaran bagi semua pihak bahwa dalam menghadapi fitnah media bisa menggunakan jasa ahli hukum dalam melakukan mediasi dan mengkomunikasikan hal-hal terkait tudingan bersifat fitnah. Seorang pengacara tentu lebih tahu apa saja konten atau artikel yang melanggar hukum yang harus segera disikapi dan diperbaiki.
Pengacara merupakan salah satu profesi sangat penting yang sering diabaikan, setelah bermasalah, barulah orang-orang sibuk menghubungi pengacara. Meski tidak semua, tapi banyak orang enggan melibatkan atau menyewa jasa advocat sebelum terjadi masalah hukum, mungkin alasan utamanya adalah biaya. Tapi ketika telah bermasalah dengan hukum, maka biaya bisa jadi akan jauh lebih besar.
Dalam sebuah perjanjian bisnis misalnya, jika tanpa pengacara maka kita bisa terjebak oleh kata-kata atau kalimat dalam perjanjian tersebut. Tanpa pengacara, sebuah surat perjanjian bisa menyebabkan kerugian besar bahkan hingga kebangkrutan. Bisa saja dalam perjanjian tersebut tercantum hal-hal tentang pengambilalihan saham atau kepemilikan tanpa kita sadari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar